Hidup di pedesaan kecil, bukan halangan bagi Naldho Febrianto berkecil hati memulai usaha kerajinan kayu yang punya pasar hingga negara Eropa. Mahasiswa semester 6 jurusan manajemen Universitas Merdeka Madiun ini mengaku mulai serius menggeluti bisnisnya, Naldho Craft, sejak tahun 2015.
Diungkapkan Naldho, dalam menjalankan kerajinan kayu di saat sekarang, lokasi usaha bukan yang hal yang utama. Asal bisa bekerja keras menjaga kualitas produk, pemasaran bisa dilakukan seefisien mungkin secara daring, terutama lewat internet.
Rumahnya yang berada di Dusun Ngubalan Desa Bangunrejo Kidul, Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi, disulap jadi workshop sekaligus tempat pajangan hasil kreasi barang-barang kerajinan kayu bernilai tinggi. Selain dari orang tua, kemampuannya membentuk kayu diasahnya selama beberapa bulan bekerja di usaha furniture milik orang lain.
“Di rumah sebenarnya sudah ada usaha kerajinan kayu dari Bapak sejak 2006. Saya sendiri baru ikut terjun bisnis kayu mulai 2015, awal mulanya masih sendiri sama bapak mengerjakan pesanan, sekarang sudah dibantu 10 orang dari kerabat dan tetangga sekitar. Dulu kan saya ikut kerja di kerajinan punya orang lain,” kata Naldho ditemui di Rumah Kreatif Bersama (RKB) Bank BNI Inacraft 2019, Senayan, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Meski banyak usaha kerajinan kayu di desanya, dirinya memilih fokus pada kerajinan kayu dari akar kayu jati. Di Ngawi sendiri, hutan jati cukup luas, sehingga bahan bakunya relatif cukup melimpah.
Dari kayu jati maupun limbahnya seperti ranting, bonggol, dan akar pohon jati, dirinya mampu membuat perabotan dan pernak-pernik yang bernilai jual tinggi. Harga yang ditawarkan juga bervariasi dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah menyesuaikan dengan bentuk, ukuran, dan kerumitan yang dibuat.
“Sejauh ini cukup efektif memasarkan lewat internet dan media sosial. Setahun sekali ada buyer dari Belgia, kebetulan memang luar negeri baru pasarnya satu negara. Kemudian kota-kota besar di Jawa dan luar Jawa. Paling banyak Cirebon, karena di sana banyak kerajinan rotan, kita bisa pasok sebagian kelengkapan perabotnya,” kata pemilik Instagram jatiaji_furniture ini.
Dikatakannya, usaha kerajinan kayu dituntut perlu kreatif mengingat persaingannya lumayan tinggi dengan keluaran barangnya relatif seragam. Menurutnya, tren pasar saat ini cenderung menyukai perabotan minimalis dan multi fungsi.
“Karena banyak orang punya rumah di perumahan ruangannya kecil, jadi lebih suka yang model minimalis, kayak rak meja, bentuknya kecil tapi bertingkat. Kemudian yang multi fungsi, misalnya meja tapi di bawahnya untuk penyimpanan. Di Ngawi ini kan banyak hutan, jadi berkah tersendiri,” jelas Naldho.
“Pesanan terbanyak itu mirror dari ranting kayu. Sementara kalau untuk pengiriman ke Belgia, lebih banyak pesanan coffee table dengan kayu jati utuh, kita kirim ekspor ke sana setahun sekali, sudah ada buyer tetap. Bicara omzet, Alhamdulillah sudah Rp 30 juta-Rp 40 juta per bulannya,” sambungnya.
Naldho merupakan satu dari 10 pelaku usaha UMKM yang menjadi peserta Rumah Kreatif BUMN (RKB) Binaan BNI di Inacraft 2019. Keikutsertaan dalam pameran diharapkan bisa memperluas pasar. Hingga saat ini, BNI telah memiliki 44 Rumah Kreatif BUMN dengan 164.226 Mitra Binaan dan 21 Kampoeng BNI dengan 977 Mitra Binaan yang tersebar di seluruh Indonesia. (ega/hns)
Muhammad Idris – detikFinance